I. Gingivitis
A. Gambaran
Umum
Gingivitis
adalah suatu peradangan atau inflamasi pada jaringan gingiva. Gingivitis
diakibatkan oleh faktor primer ataupun sekunder. Faktor primer gingivitis
adalah akumulasi plak sedangkan faktor sekunder berupa faktor lokal dan sistemik.
Faktor lokal diantaranya perilaku kebersihan rongga mulut yang buruk dan
sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan. Faktor sistemik diantaranya faktor
genetik, nutrisional, hormonal, hematologi, maupun penyakit sistemik (Newman,
dkk, 2012).
B. Karakteristik
Gingivitis
Gingivitis
merubah karakteristik gingiva, dari warna, kontur, konsistensi, tekstur,
posisi, maupun histopatologis. Berikut karakteristik gingivitis:
1. Perubahan
warna gingiva
Perubahan
warna gingiva ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah dan ukuran
pembuluh darah, ketebalan epitel, keratinisasi, dan pigmen di dalam epitel.
Pada peradangan gingiva kronis, warna gingiva menajdi merah kebiruan. Hal ini
disebabkan vasodilatasi, pelebaran kapiler, dan penipisan dari jaringan epitel
(Newman, dkk, 2012).
2. Perubahan
tekstur gingiva
Tekstur
permukaan gingiva yang normal seperti kulit jeruk atau disebut stippling. Pada
peradangan kronis, tekstur permukaan gingiva menjadi halus, mengkilap, dan
kaku. Hal ini disebabkan oleh atropi epitel yang dipengaruhi eksudat sel dan
jaringan fibrotik (Newman, dkk, 2012).
3. Perubahan
kontur gingiva
Perubahan
kontur gingiva disebabkan terjadinya resesi ke apikal dan menyebabkan
terbentuknya celah yang lebar dan meluas hingga ke akar (Newman, dkk, 2012).
4. Perubahan
konsistensi
Kondisi
peradangan kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan pada konsistensi
gingiva normal yang kaku dan tegas (Newman, dkk, 2012).
5. Perubahan
histopatologis dan klinis
Perubahan
histopatologis pada gingivitis adalah penumpukan sel-sel inflamasi dan jaringan
ikat. Hal ini juga didukung oleh vasodilatasi pembuluh darah sehingga
mengakibatkan penumpukan sel di daerah gingiva. Hal ini juga menyebabkan
terjadinya perdarahan pada gingiva (Panagokos dan Davies, 2011).
C. Klasifikasi
Gingivitis
Gingivitis
menurut Newman, dkk (2012) dan Panagokos (2011) dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Dental
plaque-induced gingival disease
Penyakit
gingiva beberapa diantaranya sering kali diinisiasi oleh dental plak. Penyakit-penyakit
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor sistemik, hormon,
genetik, obat-obatan dan nutrisi memengaruhi gejala dan tanda dari penyakit
gingiva. Kalisifikasi dental plaque-induced gingival disease berdasarkan
kehadiran dari dental plak dan faktor lokal maupun faktor sistemik yang
memengaruhi tingkatan inflamasi gingiva (Panagokos, 2011). Klasifikasinya
adalah sebagai berikut:
a. Faktor
lokal
1) Posisi
gigi
2) Kedekatan
akar
3) Kontak
terbuka
4) Kelainan
akar
5) Restorasi
gigi
6) Efek
dari bahan restorasi
b. Faktor
sistemik
1) Hormon
endogenous
2) Gingivitis
berasosiasi dengan pubertas
3) Gingivitias
berasosiasi dengan siklus menstruasi
4) Gingivitis
berasosiasi dengan kehamilan
5) Gingivitis
berasosiasi dengan obat-obatan
6) Gingivitis
berasosiasi dengan malnutrisi
7) Gingivitis
berasosiasi dengan diabetes melitus
2.
Non-plaque-induced
gingival lesions
Peradangan
gingiva yang tidak diinduksi oleh plak biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri, virus, maupun jamur, kelainan genetik, dan penyakit mukokutan. Selain
itu juga bisa diakibatkan oleh trauma karena sikat gigi ataupun reaksi alergi obat-obatan dan makanan
(Panagokos, 2011). Klasifikasi penyakit gingiva tanpa disertai oleh plak adalah
sebgaai berikut:
a. Lesi
gingiva akibat infeksi bakteri spesifik
Contoh bakteri spesifik
yang menyebabkan lesi gingiva adalah Neisseria
gnorrhoe, trepona pallidum, streptococcal species.
b. Lesi
gingiva akibat Infeksi virus
Contoh virus yang
menyebabkan lesi gingiva adalah virus herpes (varicella zooster).
c. Lesi
gingiva akibat infeksi jamur
Contoh infeksi jamur yang
menyebabkan lesi gingiva adalah jamur candida species (candidosis), linier
gingival erythema, dan histoplasmosis.
d. Lesi
gingiva berasosiasi dengan kelainan genetik
e. Lesi
gingiva berasosiasi dengan kondisi sistemik
f. Lesi
gingiva induksi obat-obatan
Contoh obat-obatan yang
menyebabkan lesi gingiva adalah penitoin, immunosupresan, dan kalsium channel-blocker.
g. Lesi
gingiva berasosiasi dengan reaksi alergi
h. Lesi
gingiva akibat lesi traumatik
D. Patogenesis
Penyakit Gingiva
Patogenesis
penyakit gingiva terbagi menjadi empat tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap
1 gingivitis: initial lesion
Tahap
ini adalah awal mula terjadinya gingivitis. Tanda-tanda yang terlihat pertama
kali adalah vasodilatasi kapiler sehingga meningkatkan aliran darah menuju
daerah gingiva. Hal ini terjadi sebagai respon leukosit dan stimulasi sel
endotel terhadap aktivitas mikrobial yang ada di daerah gingiva. Namun, hal
tersebut tidak dibarengi dengan penghancuran jaringan dan masih dianggap tidak
merubah patologi gingiva (Newman, dkk, 2012).
Perubahan
patologis juga ditemui pada epitel junctional dan jaringan ikat perivaskular.
Jaringan ikat menjadi melebar dan terdapat eksudat dan fibrin pada daerah yang
terinfeksi. Migrasi dan akumulasi leukosit yang meningkat akan meningkatkan
aliran cairan gingiva menuju sulkus (Newman, dkk, 2012).
Respon
dan keadaan pejamu akan menentukan apakah keadaan lesi ini akan sembuh secara
cepat dan jaringan akan kembali seperti semula, atau berubah menjadi lesi
inflamasi kronik. Jika lesi inflamasi terus berlanjut maka makrofag dan sel
limfosit akan menginfiltrasi dalam beberapa hari (Newman, dkk, 2012).
2. Tahap
2 gingivitis: early lesion
Waktu
yang dibutuhkan untuk beralih menuju tahap 2 adalah sekitar 1 minggu setalah
akumulasi plak pada gingiva. Secara klinis, pada tahap ini sudah timbul
manifestasi early gingivitis. Seiring berjalannya waktu, gambaran klinis berupa
eritma muncul. Hal ini disebabkan proliferasi kapiler dan peningkatan
pembentukan lingkaran kapiler di antara rete peg dengan ridge. Bleeding on
probing juga sudah dapat terlihat. Aliran cairan gingiva dan migrasi leukosit
akan mencapai puncaknya selama 6 hingga 12 hari setelah onset gingivitis
(Newman, dkk, 2012).
Penghancuran
kolagen meningkat hingga 70% di sekitar daerah infiltrasi sel. Sel PMN juga
merespon stimulus kmiawi yang berasal dari plak dan bergerak melewati lapisan
lamina menuju jaringan epitel khususnya daerah poket. Sel PMN melepaskan
lisosom untuk memfagositosis bakteri. Sementara itu terjadi degradasi kolagen
yang disebabkan oleh matriks metalloproteinase yang menyebabkan penghancuran
ikatan kolagen (Newman, dkk, 2012).
3. Tahap
3 gingivitis: the established lesion
Tahap
3 ini ditandai dengan munculnya sel plasma dan limfosit B. Selain itu juga
terbentuknya garis kecil poket gingiva disertai dnegan poket epitel. Pada kondisi
gingivitis kronis, yang biasanya muncul 2 sampai 3 minggu setelah dimulainya
akumulasi plak, pembuluh darah mulai memadat dan tidak lancar sedangkan aliran
balik vena mulai melemah. Hal ini menyebabkan terjadinya anoxemia pada gingiva
yang ditandai dengan warna gingiva yang merah kebiruan. Tahap ini dapat disebut
sebagai inflamasi gingiva sedang ke berat (Newman, dkk, 2012).
Tahap
established lesion bisa menjadi stabil dan tidak berlanjut atau menjadi semakin
aktif dan menjadi lesi destruktif secara progresif. Pada tahap ini juga dapat
dilihat keberhasilan terapi periodontal dan mengakibatkan kesembuhan pada
jaringan. Namun, keadaan bisa berbalik jika tidak dipertahankan dengan baik
(Newman, dkk, 2012).
4. Tahap
4 gingivitis: the advanced lesion
Tahap
ini ditandai dengan lesi yang meluas hingga tulang alveolar. Pembentukan poket
dan kerusakan tulang alveolar pun semakin meluas. Pada tahap ini akan terjadi
peralihan antara gingivitis menuju periodontitis. Secara mikroskopis, ditemukan
fibrosis pada gingiva dan terlihat manifestasi kehancuran jaringan dan
infalamasi. Sel plasma pada tahap ini menjadi dominan di jaringan ikat dan
netrofil tetap mendominasi pada epitel junctional (Newman, dkk, 2012).
II. Periodontitis
A. Gambaran
Umum
Periodontitis
adalah suatu peradangan pada jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh
mikroorganisme spesifik dan mengakibatkan kerusakan ligamen periodontal dan
tulang alveolar secara progresif. Hal ini juga dibarengi dengan penambahan
kedalaman probing dan resesi gingiva.
Penampakan klinis yang membedakan antara gingivitis dan periodontitis adalah
adanya pelepasan perlekatan (attachment
loss). Pelepasan ini biasanya bersamaan dengan pembentukan poket
periodontal dan perubahan ketebalan dan ketinggan tulang alveolar. Tanda-tanda
klinis inflamasi, seperti perubahan warna, kontur, konsistensi dan juga bleeding on probing, tidak selalu mengindikasikan adanya pelepasan
perlekatan. Namun, tanda-tanda seperti bleeding on probing yang berlanjut pada
beberapa kunjungan dapat dijadikan bukti adanya peradangan dan potensi adanya
pelepasan perlekatan pada daerah pendarahan (Newman, dkk, 2012).
B. Klasifikasi
Periodontitis
Berdasarkan
American Academy of Periodontology
(1999, dalam Carranza, 2012), periodontitis dibagi menjadi beberapa golongan,
yaitu sebagai berikut:
1. Periodontitis
kronis
Periodontitis
kronis adalah bentuk paling umum yang ditemui. Periodontitis kronis paling
banyak ditemui pada dewasa tapi tidak terkecuali ditemukan pada anak-anak.
Periodontitis kronis berasosiasi dengan akumulasi plak dan kalkulus. Progresi
penyakit ini digolongkan slow-to-moderate,
tetapi periode perusakannya sangat cepat. Keparahan periodontitis kronis
didukung oleh faktor lokal, sistemik, atau faktor lingkungan yang memengaruhi
interaksi bakteri dengan host. Periodontitis
kronis biasanya terlokalisasi dan ditemui pelepasan perlekatan tulang (Newman,
dkk, 2012). Berikut ini karakteristik periodontitis kronis:
a. Prevalensi
paling banyak ditemui pada orang dewasa namun bisa ditemui pada anak-anak.
b. Tingkat
kerusakan dipengaruhi faktor lokal.
c. Kalkulus
subgingival bisa ditemukan
d. Periodontitis
kronis diklasifikasi kembali menjadi:
1) Localized form
(<30% area terlibat)
2) Generalized form
(>30% area terlibat)
3) Slight
(1 sampai 2 mm clinical attachment loss)
4) Moderate
(3 sampai 4 clinical attachment loss)
5) Severe
(≥5 mm clinical attachment loss)
(Newman, dkk, 2012).
2. Periodontitis
agresif
Periodontitis
agresif berbeda dengan periodontitis kronis. Perbedaan dari kedua penyakit ini
adalah progresi penyakit yang sangat cepat, ketiadaan akumulasi plak, dan
hubungan genetik keluarga yang pernah terkena periodontitis agresif. Periodontitis
agresif biasanya menjangkiti pasien dewasa muda atau setelah mengalami masa
pubertas (Newman, dkk, 2012). Berikut ini karakteristik dari periodontitis
agresif:
a. Kerusakan
tulang dan attachment loss yang
sangat cepat
b. Biasanya
diakibatkan oleh bakteri Actinobacillus
actinomycetemcomitans.
c. Abnormalitas
pada fungsi fagosit sel
d. Hiperrespnsif
makrofag sehingga meningkatkan prostaglandin dan interleukin-1B.
e. Peridontitis
agresif kembali diklasifikasikan menjadi:
1)
Localized
form
a) Biasanya
menjangkiti orang setelah masa pubertas
b) Terlokalisasi
pada molar 1 atau insisivus dengan attachment
loss proksimal minimal 2 gigi permanen.
c) Meningkatnya
serum antibodi sebagai respon infeksi
2)
Generalized
form
a) Biasanya
menjangkiti orang berusia di bawah 30 tahun.
b) Attachment loss
proksimal tergeneralisasi minimal 3 gigi permanen selain molar 1 dan insisivus.
c) Rendahnya
respon serum antibodi pada agen infeksi (Newman, dkk, 2012).
3. Periodontitis
sebagai manifestasi penyakit sistemik
Beberapa
penyakit sistemik seperti hematologi ataupun penyakit genetik terbukti
berasosiasi dengan pperkembangan periodontitis pada individu. Beberapa peneliti
menyakatan bahwa efek utama pada penyakit-penyakit ini melaui mekanisme
pertahanan host. Manifestasi klinis
pad apenyakit-penyakit ini memiliki kemiripan dengan periodontitis agresif
dengan attachment loss yang cepat dan
potensi prematur loss pada gigi. Saat ini periodontitis sebagai manifestasi
penyakit sistemik adalah diagnosis yang digunakan jika faktor utama dan faktor
lokal periodontitis, seperti akumulasi plak dan kalkulus, tidak ditemukan
(Newman, dkk, 2012). Berikut ini penyakit-penyakit sistemik yang memiliki
manifestasi periodontitis adalah:
a. Penyakit
hematologi
1)
Acquired
neutropenia
2) Leukemia
3) Penyakit
hematologi lainnya
b. Penyakit
genetik
1)
Familial
dan cyclic neutropenia
2)
Down
syndrome
3)
Leukocyte
adhesion deficiency syndromes
4)
Papillon-Lefere
syndorme
5)
Chediak-Higashi
syndrome
6)
Histiocytosis
syndorme
7)
Glycogen
storage disease
8)
Infantile
genetic agranulocytosis
9) Cohen syndrome
(Newman, dkk, 2012).
4. Necrotizing Periodontal
Disease
Necrotizing periodontal
disease adalah suatu penyakit periodontitis yang
diakibatkan oleh bakteri dan diperparah dengan respon tubuh yang minimal
terhadap bakteri. Bakteri penyebab penyakit ini adalah bakteri fusiform
bacillus dan spirochaeta. Penyakit ini mempunyai dua bentuk, yaitu necrotizing ulcerative gingivitis (NUG)
dan necrotizing ulcerative periodontitis
(NUP). NUG dikalisifikasikan sebagai penyakit gingiva karena tidak ditemukannya
attachment loss, sedangkan NUP
diklasifikasikan sebagai periodontitis karena kehadiran attachment loss pada manifestasi klinis (Newman, dkk, 2012).
a. Necrotizing ulcerative
gingivitis
Necrotizing ulcerative
gingivitis (NUG) adalah penyakit yang disebabkan
mikroba pada gingiva disertai kegagalan respon host terhadap bakteri. NUG merupakan penyakit akut dengan onset
cepat. Penyakit ini juga dapat mengalami rekurensi. Daerah yang terlibat hanya
berupa satu gigi atau sekelompok gigi dan melibatkan semua permukaan gingiva
(Newman, dkk, 2012). NUG mempunyai penampakan klinis berupa:
1) Terdapat
ulserasi dan nekrosisi papila interdental dan margin gingiva. Biasanya
dilapisis oleh pesudomembran jaringan nekrotik berwarna putih kuning keabuan.
2) Terbentuk
crater-like depression pada puncak papilla interdental.
3) Terdapat
perdarahan spontan atau dengan rangsangan
4) Terasa
sakit saat makan pedas atau panas
5) Terdapat
halitosis dan hipersalivasi
6) Terkadang
disertai limfadenopati, demam, dan malaise
7) NUG
ataupun NUP tidak memiliki penampakan klinis pembentukan poket periodontal
karena nekrosisi jaringan sampai ke epitel junctional.
8) Pasien
kadang merasakan terdapat “metal” di dalam mulut (Newman, dkk, 2012).
b. Necrotizing ulcerative
periodontitis
Necrotizing ulcerative periodontitis
(NUP) adalah suatu penyakit NUG yang berlanjut kronis hingga melibatkan attachment loss. Satu-satunya yang
membedakan antara NUP dan NUG adalah adanya attachment
loss dan bone loss atau tidak.
Pada awalnya, penyakit NUP ditemukan pada pasien AIDS. manifestasi klinis dari
NUG memiliki beberapa kesamaan, namun masih terdapat beberapa perbedaan
(Newman, dkk, 2012). Berikut manifestasi klinis NUP:
1) Terdapat
nekrosis dan ulserasi pada papilla interdental dan gingiva margin dengan
penampakan margin gingiva yang kemarahan, mudah berdarah, dan mudah terasa
sakit.
2) Terdapat
attachment loss dan bone loss pada jaringan periodontal.
3) Tidak
terdapat poket periodontal namun terdapat kerusakan jaringan tulang.
4) NUP
dapat berlanjut dengan bone loss yang
parah, mobilitas gigi yang tinggi hingga dapat lepas dari soketnya.
5) Terkadang
disertai malodor, demam, malaise, dan limfadenopati (Newman, dkk, 2012).
III. Daftar
Pustaka
Newman, MG., Takei, HH., Carranza, FA., 2012, Carranza’s Clinical Periodontology, 11th
ed., W.B Saunders, St. Louis.
Panagokos,
F.S., dan Davies, R.M., 2011, Gingival
Disease-Their Aetiology, Prevention, and Treatment, InTech Publisher,
Rijek, Crotia.
The best cure for gingivitis thaoduocsucmiengyentu.vn
ReplyDeleteThank you! This is really helping!
ReplyDelete